Review Film Air Mata di Ujung Sajadah (2023) : Kasih Sayang Ibu yang Tak Terbendung


Review Film Air Mata di Ujung Sajadah (2023) : Kasih Sayang Ibu yang Tak Terbendung


Film Indonesia "Air Mata di Ujung Sajadah" menghadirkan kisah yang penuh emosi, diiringi oleh pemeran-pemeran berbakat seperti Titi Kamal, Citra Kirana, Fedi Nuril, dan Krisjiana Baharudin. 

Dengan plot yang kompleks dan konflik yang penuh dilema, film keluarga ini berhasil menarik perhatian lebih dari 3 juta penonton di bioskop. Sekarang, film ini sudah tayang di Netflix sejak tanggal 8 Januari 2024. 

Film Air Mata di Ujung Sajadah (2023) juga memegang rekor penonton film Indonesia terbanyak kategori "skenario asli" alias non adaptasi & sekuel dengan capaian penonton lebih dari 3 juta orang. 

Konsep kisah "Air Mata Di Ujung Sajadah" diperkenalkan oleh produser Ronny Irawan. Penulisan skenario film ini dimulai pada tahun 2017 oleh Titien Wattimena bersama dengan penulis pendamping, yaitu Ummu Amalia Misbah, Muthi'ah Khairunnisa, dan Key Mangunsong, yang berkolaborasi secara intensif hingga mencapai versi ke-9 (final).



Sinopsis Film Air Mata Di Ujung Sajadah (2023) :


Kisah dimulai dengan Aqilla, diperankan oleh Titi Kamal, yang dihadapkan pada kebohongan ibunya sendiri, Halimah, yang membohonginya bahwa bayinya dengan Arfan telah meninggal. 

Tanpa sepengetahuannya, bayi Aqilla diserahkan untuk diasuh oleh pasangan Arif dan Yumna yang telah lama mendambakan anak. 

Arif adalah anak dari supir kepercayaan Bu Halimah. Beliau mempercayakan Baskara, cucunya pada Arif dan Yumna agar bisa dirawat. 

Bu Halimah juga menjamin uang biaya hidup Baskara akan terus dikirim, meski mereka tidak tinggal dalam satu kota lagi. 

Alasannya, Bu Halimah bilang anaknya belum siap menjadi ibu. Selain itu, Bu Halimah ingin Aqilla melanjutkan kuliah dan menggapai mimpi-mimpinya yamg tertunda saat ia hamil. 

Tujuh tahun kemudian, Aqilla mengetahui keberadaan anaknya yang masih hidup, Baskara, yang tumbuh dalam pelukan Arif dan Yumna. 

Konflik bermula ketika Aqilla berusaha untuk mendapatkan kembali anaknya, tanpa merenggut kebahagiaan keluarga yang sudah merawatnya.


Karakter Film Air Mata Di Ujung Sajadah : 


Satu hal yang menonjol dalam film ini adalah kompleksitas emosi yang dirasakan oleh setiap karakter. 

Aqilla, yang terjebak dalam kebohongan dan dilema moral, mencoba untuk memilih antara rasa ibu dan kebenaran. 

Di sisi lain, Arif dan Yumna, yang telah menjadi keluarga dengan Baskara, merasakan konflik batin antara cinta sebagai orang tua angkat dan rasa bersalah terhadap Aqilla. 

Konflik ini memberikan rasa emosional yang mendalam pada cerita, membuat penonton terlibat secara emosional dengan setiap karakter.


Akting Pemeran yang Menyayat Hati : 


Titi Kamal memberikan penampilan yang memukau sebagai Aqilla, menangkap dengan indah lapisan emosi yang rumit dari karakternya. 

Citra Kirana dan Fedi Nuril juga berhasil menghidupkan konflik batin karakter mereka, menyajikan nuansa kebingungan dan kesulitan yang meyakinkan. 

Faqih Alaydrus sebagai Baskara, memainkan perannya dengan penuh ketulusan dan kepolosan. Selain itu, karakter Eyang dan Mbok Tun juga sangat menghayati peran.



Perjuangan Moral:


Film ini menyajikan pertarungan moral yang kompleks, mengeksplorasi tema-tema seperti pengorbanan, rasa bersalah, dan kebenaran. 

Aqilla dihadapkan pada keputusan sulit antara kebahagiaan pribadi dan kebenaran yang harus diungkap. 

Pertentangan batin yang dialami oleh setiap karakter menimbulkan pertanyaan etika dan moral, memberikan kedalaman pada narasi cerita.

Aqilla harus berbesar hati ketika ia ingin melihat anaknya bahagia, ia harus merelakan anaknya dirawat oleh orang lain. 

Ending filmnya sangat realistis dan tidak terkesan egois. Baskara kembali pada keluarga angkatnya, dan Aqilla melanjutkan hidupnya lagi. Baskara bertemu lagi dengan ibunya setelah ia dewasa dan kuliah di bidang yang sama dengan ibunya. 


Promosi Wisata Indonesia dalam Film Lokal :


Selain menggugah emosi, "Air Mata di Ujung Sajadah" juga memberikan gambaran menarik tentang destinasi wisata di Indonesia. 

Sejumlah destinasi di Kota Solo yang in-frame pada film bergenre drama ini di antaranya Solo Safari, Kampung Batik Laweyan, Gedung Djoeng, hingga Tawangmangu yang berada di timur Solo.

Dengan gambaran Solo Safari dan Kampung Batik Laweyan, film ini berhasil memasukkan unsur pariwisata ke dalam cerita, menunjukkan keindahan dan kekayaan budaya Indonesia.

Salah satunya adalah saat Yumna beberapa kali bertemu dengan Aqilla di rumah. Setting rumahnya adalah rumah joglo khas Jawa Tengah. 

Di bagian depan rumah ada bagian rumah yang dijadikan teras, sekelilingnya banyak tanaman dan kursi yang digunakan juga kursi kayu. 

Pagar pintu rumah keluarga Arif juga sederhana dan menandakan keluarga orang tersebut orang yang berkecukupan, meskipun bukan dari kalangan priyayi. 

Rumah Arif masuk gang di kawasan Kampung Batik Laweyan yang rumah-rumah di sekelilingnya masih memiliki usaha batik rumahan Solo. 



Lagu Yang Menyentuh Hati : 


Dalam film ini juga ditampilkan beberapa lagu Indonesia dan lagu daerah, antara lain lagu Cublak Cublak Suweng, Apa Yang Kuberikan Untuk Mama, dan lagu Dawai. 

Lagu-lagu ini menambah kedalaman emosi setiap adegan yang ditampilkan sang aktor. Semakin sedih, lagunya akan semakin menyayat hati. 

Lagu Cublak Cublak Suweng menggambarkan suasana jawa yang kental di Solo. Sedangkan lagu Apa yang Kuberikan Untuk Mama ditampilkan saat Baskara menampilkan pentas paduan suara di sekolah. 

Lagu Dawai menampilkan suasana dramatis saat para tokohnya menangis di ujung sajadah untuk memasrahkan diri pada Allah. Keluarga Baskara pun berharap pada Allah, sang pemberi takdir terbaik. 


Kesimpulan:


"Air Mata di Ujung Sajadah" tidak hanya sekadar film drama biasa; ini adalah perjalanan emosional yang menggugah dan mendalam. 

Film "Air Mata Di Ujung Sajadah" pada awalnya terasa seperti drama sinetron, namun penulis skenario menunjukkan kecerdasannya dalam membangkitkan emosi penonton. 

Meskipun alurnya terasa lambat menuju klimaks, tetapi perjalanannya memberikan nuansa naik-turun yang terasa intens. Bagi saya, konflik dan perasaan yang dihadirkan dalam film ini benar-benar BERBEDA!

Dengan plot yang penuh kejutan, konflik moral yang kompleks, dan penampilan akting yang memikat, film ini berhasil meraih hati lebih dari 3 juta penonton. 

Pilihan sulit yang harus dihadapi oleh setiap karakter menimbulkan pertanyaan-pertanyaan moral yang relevan dan membuat penonton merenung. 

Ditambah lagi, kehadiran destinasi wisata Indonesia memberikan sentuhan lokal yang memperkaya pengalaman menonton. 

Film "Air Mata di Ujung Sajadah" bukan hanya film biasa, tetapi juga karya seni yang menyoroti kerumitan kehidupan dan keindahan yang bisa dihadirkan oleh air mata yang jatuh di ujung sajadah.


Pemeran Film Air Mata Di Ujung Sajadah : 

  • Titi Kamal sebagai Aqilla Hamka
  • Fedi Nuril sebagai Arief Nasuha
  • Citra Kirana sebagai Yumna
  • Jenny Rachman sebagai Murni
  • Faqih Alaydrus sebagai Baskara
  • Krisjiana Baharudin sebagai Arfan
  • Tutie Kirana sebagai Halimah
  • Mbok Tun sebagai Mbok Tun
  • Fanny Fadillah sebagai Rekan Kerja Arif
  • Carol Sahetapy sebagai Bibi
  • Axel Mariani sebagai Baskara dewasa

Director : Key Mangunsong

Writers : Titien Wattimena, Ummu Amalia Misbah, Muthiah Khairunnisa

Genres : film Indonesia, Drama

This movie is : Sentimental, Heartfelt, Emotional

Rating film : 9/10 🌟

Nonton film di aplikasi Netflix


Baca juga : 




Komentar

Postingan Populer